Peristiwa berdarah yang pernah terjadi di Banyuwangi Pada bulan April 1987 peristiwa yang dikenal sebagai pembantaian Banjarsari dengan korban 32 orang dimana 18 orang tewas ditempat, 2 orang meninggal di rumah sakit Blambangan dan sisanya mengalami luka serius akibat catatan.
Masyarakat Banyuwangi lahir di tahun 80-an kebanyakan dari mereka akan merinding jika mendengar nama Wirjo yang dikenal sebagai sang jagal atau lebih tepatnya sang pembantai.
BACA JUGA: Kisah Tragedi Trowek, 20 orang meninggal Terjun Ke Jurang Ratusan Orang Luka
Wirjo merupakan anak kelima dari Sembilan bersaudara, Sosok Wirjo dari kecil dikenal sebagai pribadi yang temperamental sangat mudah tersinggung suka marah-marah kepada siapapun.
Masyarakat mengenal wirjo sebagai sosok yang aneh karena sedikit saja ada masalah maka ia akan langsung mengamuk bahkan sampai mengeluarkan senjata tajam.
BACA JUGA: Obyek wisata Terminal Wisata Grafika Cikole Lembang Dibuka Kembali
Keanehan lainya seperti pada suatu ketika wirjo pernah memasak nasi sebanyak 5 kilo dengan sebotol minyak goreng kemudian memakanya sampai habis.
Kemudian karena kekenyangan ia bahkan sampai tidak bisa berjalan, Namun keanehan selanjutnya ia berendam di sungai untuk menghilangkan rasa kenyang di perutnya tersebut.
Keadaan ekonomi Wirjo terbilang sulit, padahal ia bersal dari keluarga yang berkecukupan bahkan saudara-saudaranya terbilang orang yang mampu di desanya. Hartanya banyak dihabiskan kareka kelakukan buruknya yang suka berjudi dan mabuk-mabukan.
Keseharianya sosok wirjo bekerja sebagai petani penggarap sawah milik kakanya bersama istrinya Idaroh. Wirjo bersama istrinya belum di karunia anak hingga umur 40 tahun namun ia mengadopsi anak perempuan.
Dua hari sebelum peristiwa terjadi, paman wirjo yang bernama sutejo sempat melihat wirjo sedang mengasah Jombretnya. Namun ketika ditanya untuk apa ia kemudian cuman menjawab dengan singkat bahwa itu akan digunakan untuk menjaga diri.
Hingga Kemudian di tanggal 14 April 1987 setan apa yang saat itu Ia sedang membawa sapi disaat istri sedang mencangkul di sawah, wirjo minta istrinya untuk minggir namun itrinya menjawab bahwa sapinya masih bisa lewat
Seketika itu wirjo langsung naik pitam dan memukul istrinya bertubi-tubi bahkan pecut yang bisa digunakan untuk memukul sapi digunakan untuk memukul istrinya.
Peristiwa itu disaksikan oleh tetangganya yaitu Darmi. Istrinya kemudian berlari entah kemana Begitu juga dengan Darmi juga saksi lainnya mereka akan langsung pergi dari tempat itu.
Darmi langsung pergi ke rumah orang tuanya Orang tuanya di Desa Kemiren Kecamatan Glagah. Wirjo kemudian pulang mencari istrinya namun tidak ditemui di rumahnya, wirjo kemudian melanjutkan percarian kerumah mertuanya.
Di rumah mertuanya kemudian mengamuk hebat di rumah mertuanya yang disaksikan oleh warga yang tidak bisa berbuat apa-apa karena tahu tabiat wirjo yang temperamental, setelah itu wirjo pulang kerumahnya.
Kesekan harinya Pada tanggal 15 April, Wirjo kembali mengasah jombret miliknya sambil memperhatikan anak angkatnya Reni yang berusia empat tahun yang saat itu sedang bermain dengan teman bernama arbaiyah.
Entah apa yang dipikirkan oleh Wirjo, tiba-tiba ia langsung menghampiri mereka berdua dan menyabetkan jombret miliknya kearah Reni. Namun Sabetannya tersebut meleset sehingga reni langsung melarikan diri.
Nasib berbeda dialami arbaiya, lehernya hamper putus di bacok menggunakan jombret sehingga ia tewas seketika.
Wirjo kemudian langsung menyambangi tetangganya namun ia Masuk dari pintu dapur dan Kemudian bertemu dengan istri dari Maskur, yang pada saat itu sedang memasak nasi kemudian ia langsung mejabet leher tetangganya tersebut.
Melihat istrinya di tebas oleh wirjo, Maskur yang berusia 80 tahun kemudian melawan namun berhasil ditebas oleh wirjo hingga tewas. Selanjutnya layaknya orang kesurupan Ia pun berteriak dan berlari ke arah sawah dan langsung menyerang siapa saja yang ditemuinya.
Kemudian warga laki-laki melakukan pencarian terhadap wirjo namun tidak berhasil ditemukan. Yang ada hanya mayat dari para korban salah satunya bu Isah yang sedang mecari rumput.
Kemudain wirjo bertemu dengan istiana, pelajar SMP yang masih berumur 15 tahun. Ia pun mengejarnya dan Istiana berusaha berlari sambil berteriak histeris namun pada akhirnya ia pun terkena sabetan dari jombret dan istiana pun tumbang bersimbah darah.
Ditempat lain juda ditemukan dua jasad mbah suenda yaitu 73 tahun dan juga Mbak Taman 75 tahun nasib mereka sama dengan seperti korban yang lainnya meninggal dengan luka sabeta dileher.
Selanjutnya wirjo bertemu dengan salah seorang anggota Kamra (Keamanan Rakyat) yang merasa curiga dengan pakaian wirjo yang penuh dengan darah. Sedetik kemudian Wirjo menyerang namun karena anggota karma tersebut ahli beladiri ia berhasil menghindar hanya dua jarinya putus terkena sabetan.Pada akhirnya ia berlari mencari bantuan.
Korban tumbang di mana-mana yang totalnya mencapai 32 orang, 18 orang tewas ditempat dan 2 orang meninggal di rumah sakit Blambangan dan sisanya mengalami luka serius akibat catatan.
Penduduk Desa Banjarsari benar-benar ketakutan apalagi sampai malam harinya masih belum ditemukan dan kemudian ia masih berkeliaran mencari mangsa.
Kemudian seorang pemanjat pohon kelapa melaporkan kepada sutejo paman dari wirjo melihat wirjo sedang berada di dekat sungai. Dan ketika didatnagi tubuh wirjo sudah tergantung dipohon denga kaki yang meyentuh air.
Dalam kejadian tersebut terjadi juga kejadian aneh lainya yaitu polisi yang yang akan menolong malah mengalami kecelakaan di wilayah asem bagus bahkan sampai menimbulkan korban jiwa anehnya lagi ambulan yang harus datang juga mengalami kecelakaan sehingga tidak ada bala bantuan yang datang.
Fakta lainya wirjo memnum darah dari arbaiyah, yaitu anak berusia 4 tahun yang menjadi korbanya.
Selain itu, saksi dari sanak family mengatakan wirjo berpusa selama 40 hari sebelum kejadian naas tersebut.