Sejarah mengajar kita bahwa perang sering kali melahirkan kekejaman yang tak terbayangkan. Salah satu contohnya adalah tragedi pembantaian Rawagede, Jawa Barat, yang mengungkapkan sisi gelap dari pendudukan Belanda terhadap Indonesia. Peristiwa ini menjadi bukti nyata kekejaman perang yang dilakukan terhadap masyarakat sipil yang tidak bersalah.
BACA JUGA:Â Rekomendasi Daftar Lima Game Slot Penghasil Uang, Terbukti Cuan
Tragedi ini berawal setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, ketika Belanda masih mencoba untuk mempertahankan wilayah yang mereka sebut dengan nama Hindia Belanda.
Bahkan mereka melancarkan Agresi Militer jumlah pasukan yang dikerahkan pun sangat besar mencapai 130.000 tentara Belanda mereka melakukan pembersihan unit pasukan TNI dan juga laskar-laskar masih melakukan perlawanan
Pada tahun 1947, Belanda berhasil menguasai Jawa Barat meskipun mereka menghadapi perlawanan yang sengit dari Kompi Siliwangi. Kompi ini, yang dipimpin oleh Kapten Lukas Kustaryo atau Kapten Kosta Rio, menjadi momok bagi pasukan Belanda. Mereka dianggap sebagai pengacau dan perampok oleh pihak Belanda.
BACA JUGA: Kisah Tragedi Trowek, 20 orang meninggal Terjun Ke Jurang Ratusan Orang Luka
Belanda berusaha keras untuk menangkap Kapten Kosta Rio, yang terkenal dengan keahliannya dalam menyusun strategi dan licin dalam menghindari pengejaran.
Tragedi Pembantaian Rawagede
Belanda bahkan menawarkan imbalan sebesar 10.000 Golden Mayor militer kepada siapa pun yang bisa menyerahkan kepala Kapten Kosta Rio. Mereka menyebarkan mata-mata dan merekrut pribumi sebagai mata-mata mereka, yang memberikan informasi tentang keberadaan Kapten Kosta Rio di Rawagede.
Dengan informasi ini, Belanda menyusun rencana untuk menghancurkan desa Rawagede sebagai pembelajaran bagi desa-desa lain. Pada malam hujan deras tanggal 8 Desember 1947, Lurah Rawa Gede, Saw Him, mendapat informasi bahwa pasukan Belanda sedang menuju Rawagede.
BACA JUGA:Â Tragedi Banjarsari, 32 orang Korban Pembantaian Wirjo
Ia berusaha memperingatkan para pejuang untuk segera keluar dari desa tersebut, tetapi banyak dari mereka yang terjebak di rumah mereka karena cuaca buruk dan anggapan bahwa Belanda tidak akan menyerang dalam kondisi tersebut.
Namun, pada subuh hari tanggal 9 Desember 1947, pasukan Belanda yang terdiri dari sekitar 342 tentara lengkap dengan senjata menyerang desa Rawagede. Mereka menembak desa dengan mortir, menyebabkan ledakan di mana-mana dan membuat warga panik. Warga yang berusaha melarikan diri kemudian ditembak tanpa ampun, tanpa memandang usia atau jenis kelamin. Rumah-rumah dibakar untuk memastikan tidak ada yang bersembunyi di dalamnya.
Beberapa warga yang menyerah kemudian digiring dan ditembak satu per satu. Hanya anak-anak dan perempuan yang dibiarkan agar mereka dapat menyampaikan kejadian ini kepada desa-desa lain.